Indonesia saat
ini tak pernah lepas dari masa lalu setiap orde yang diabadikan menjadi
sejarah. Perjalanan penjajahan hingga kemerdekaan membuahkan nasionalisme yang
tertanam dalam benak seluruh negeri.
Hingga berakhirnya kepemimpinan Soekarno, Soeharto membangun negeri ini
dengan begitu luasnya dalam segala aspek, sehingga rakyat menerima apa yang
layak diterimanya. Tapi tak lama, strata sosial begitu terlihat senjang antara
kaum diatas dan dibawah. Kini, begitu meledaknya hutang yang dimiliki negeri
ini hasil dari sejarah pembangunan jaman dulu. Kata bunga yang selalu
diisyaratkan sebagai sesuatu yang indah, berbeda dengan bunga hutang yang
ternyata menyengsarakan. Mungkin itu resiko yang dipertanyakan, saat negeri ini
disebut kaya raya dalam sumber daya alam dan juga kuantitas manusia yang
membludak, tapi hutang tetap mengalir tanpa hentinya. Singkatnya, inilah neo penjajahan
ekonomi.
Rakyat kini ketergantungan
subsidi. Sedikit harga naik, darah pun ikut naik. Demo bergulir dari hari ke
hari saat BBM, listrik, kebutuhan pangan naik. “piye kabare? Enakan jamanku toh?” terbesit sejenak dipikiran,
bahwa dulu rakyat memang terlalu banyak
menikmati trickle down effectnya
jaman pembangunan, hingga akhirnya
mentalnya akan kaget bila diminta pertanggungjawaban untuk sama – sama
membangun negeri di abad ini. Padahal justru sebenarnya, itulah fondasi dari
pembangunan melalui partisipasi masyarakat. Bila mental rakyat sudah mantap
untuk menyumbangkan tenaganya demi Indonesia, perubahan yang diharapkan bisa
saja terjadi. Singkatnya, tak hanya menerima tapi memberi.
Saat
ini dana yang digulirkan terus saja untuk subsidi, alangkah baiknya bila dana
itu terealisasi dalam pembangunan, baik itu untuk infrastruktur maupun
suprastruktur. Lebih baiknya lagi bila dana itu untuk pembangunan sumber daya
manusia yang berkualitas. Bila menyajikan negeri ini sebagai sebuah sistem,
maka keseluruhan subsistem harus benar – benar di upgrade. Indonesia baiknya seperti apa? Hingga nanti, yang menikmati pendidikan bukan
lagi soal si kaya dan si miskin, tapi keseluruhan penduduk ini. Pendidikan
haruslah dijadikan sebagai prioritas sebagai sarana menanggulangi sekaligus
pencegahan kemiskinan lebih jauh. Lalu juga kebutuhan dasar dan juga gizi,
selain untuk perkembangan secara fisik, semua Negara uggul memperhatikan
kebutuhan dasar gizi sebagai ha yang pokok.