Aku
pikir manusia memiliki tafsiran yang berbeda-beda mengenai ide berkeluarga; siklus pacaran,
bertunangan, menikah, memiliki anak, hidup bahagia sampai tua dalam hidup adalah proses yang berkesinambungan. Setiap
orang memiliki idealismenya masing-masing ingin seperti apa dan bagaimana membentuk
juga menjalaninya. Selama dua puluh satu tahun hidup dalam sebuah keluarga, aku
dikenalkan berbagai emosi; senang, sedih,
cemburu, bahagia, kesal, marah, tenang dan juga emosi-emosi lainnya hasil
dari proses interaksi antara aku dan juga penghuni keluargaku. Aku sadar
bagaimana mereka membentukku menjadi seseorang yang memiliki kepribadian. Aku
tak tahu cara mengukur keberhasilan diriku dalam sudut pandang dunia, tapi setahuku
aku berhasil menjelmakan kebahagiaan. Itu adalah hasil dari mengamati hingga
merasakan, karena semua panca indera hingga rongga-rongga dalam tubuh ikut
mengartikan.
Siklus Pacaran
Manusia
adalah makhluk berlogika dan berperasaan. Untuk mewujudkan bentuk perasaan yang
eksistensinya tak kasat mata, ia berubah menjadi simbol-simbol seperti kata-kata
manis, lagu romantis ataupun melalui benda lainnya yang disepakati jagat raya
untuk membuat konkrit makna perasaan. Peran pihak ketiga, yakni Tuhan dalam
pengambilan keputusan seringkali dilibatkan, karena istilah Takdir menjadi
pembenaran dalam mengartikan pertemuan juga perpisahan.
Siklus bertunangan
Jari
manis menjadi simbol sakral yang di dalamnya terselip doa dan harapan. “Kamu terpilih” ujar ibuku. Aku membayangkan
bagaimana dua insan yang melahirkanku saling menatap mata penuh suka cita. Dalam
pikirnya membayangkan sisa-sisa hidup dan menikmati senja berdua.
Siklus Menikah
“Akhirnya, agar bumi ini memiliki regenerasi manusia, aku awali semua melalui
sebuah do’a ijab kabul yang direstui dunia hingga terdengar oleh langit. Mahar
yang sederhana tampil mewah oleh makna cinta yang tidak sederhana. Ini adalah
masa malaikat mencatat setiap janji, dan setan sedang berancang-ancang untuk
menggoda iman kelak. Tapi ia yang nyata di sampingku begitu menggelora, ia
telah dan akan menyerahkan hidup dan sisa waktunya bersama manusia yang tak ada
apa-apanya ini.” Bapakku yang ku kenal sebagai sosok yang rendah hati.
Memiliki Anak
“Lalu aku terlahir
menjadi manusia yang paling bahagia dipilihkan Tuhan untuk hidup diantara
mereka” ujarku. Melalui sentuhan kasih sayang mereka membentukku
sebagai manusia.
Hidup Bahagia Sampai Tua,
Tubuh mereka mengeriput, tapi cinta mereka tidak surut.