Formulir Kontak

 

Penjaga Tahanan: Tentang Memanusiakan Manusia



Kenapa ingin menjadi penjaga tahanan?
“Karena menjadi penjaga tahanan itu pekerjaan mulia” menurut Rizal
Karena formasinya banyak, peluangnya juga besar” Dhimas menambahkan
“ Takdir” celetuk Yoga menyusul
Ingin mengubah pandangan napi bahwa yang dilakukan mereka salah, lalu membina serta mendidik para napi supaya bisa mandiri dan tidak terjerumus lagi di dunia kriminal. Insaf, sukses serta dapat diterima di masyarakat” Gumgum menjelaskannya dalam bahasa Sunda yang kemudian ditranlasi oleh penulis.

Berbagai  alasan lain yang dikemukakan oleh teman-teman seperjuangan dicantumkan di catatan kaki tulisan.

                Meskipun motivasi setiap orang berbeda terkait keinginannya menjadi seorang penjaga tahanan, namun kita semua telah memilih maju hingga babak akhir. Kita semua paham, bahwa persaingan ketat harus diiringi dengan memasang amunisi yang hebat; dimulai dari ketelitian ketika seleksi administrasi, belajar menghadapi CAT, latihan olahraga untuk kesamaptaan, mempersiapkan jawaban yang tepat serta beragam sertifikat untuk wawancara, juga mengurus dan mengumpulkan beragam dokumen untuk pemberkasan. 

Semua perjuangan yang melelahkan itu seakan tak terasa ketika dirayakan dengan kemenangan yang kita miliki setelahnya. Kita tersenyum-senyum ketika melihat orang tua atau keluarga menceritakan kita menjadi seorang Calon Pegawai Negeri Sipil kepada orang-orang yang ditemuinya. Kita semua tahu tentang dada yang mendebar ketika menghaturkan rasa terima kasih kita kepada Tuhan. Kita mengkhidmati rasa senang ketika disalami ucapan selamat oleh orang-orang yang peduli terhadap kita. Setidaknya, saat ini, kita semua mulai dapat tidur dengan tenang tanpa lagi memikirkan kita harus mencari rejeki kemana untuk memenuhi kebutuhan hidup.

                Terlepas dari itu semua, meskipun alasan kita memilih formasi penjaga tahanan berbeda, namun kedepannya kita akan memiliki beban tugas, risiko, situasi, juga kesenangan yang sama. Kita semua akan dihadapkan dan dipertemukan hampir setiap hari dengan para narapidana. Kasus-kasus kriminal yang akrab kita sapa di berita televisi kini akan menjadi barang temuan kita sehari-hari. Barangkali nanti kita akan menemui manusia-manusia yang terjerat kasus hukum dari mulai penipuan mama minta pulsa sampai ke level teroris. Kita akan menghadapi manusia-manusia yang dicap jahat oleh masyarakat atau mungkin oleh kita pribadi. 

                Menurut saya, manusiawi untuk menjadi takut dan khawatir apalagi bila kita sama sekali belum pernah terjun ke lapangan. Kita semua diiming-imingi oleh rasa takut yang sebagian besar lahir dan tumbuh dari pikiran kita sendiri. Namun saya ingin mengingatkan bahwa kita memiliki Tuhan Yang Maha Besar, Maha Pelindung, Maha Baik, juga Maha Adil. Selama kita memiliki itikad baik dan tulus, kita mesti memercayai bahwa yang melindungi kita adalah Sosok Maha Pelindung. Sebesar apapun tantangan yang kita hadapi nanti, kita mesti percaya Tuhan akan menguatkan pundak kita semua. Setidaknya kita butuh keyakinan, kewaspadaan, juga taat pada prosedur yang ditetapkan selama kita bekerja. Dengan begitu, insyaAllah, kita dapat keselamatan dan mampu bekerja dengan baik sebagai pertanggungjawaban kita kepada masyarakat yang menafkahi kehidupan kita melalui negara.

Di zaman dahulu kala, penjara erat kaitannya sebagai tempat hukuman penyiksaan dan seorang penjaga tahanan dibayar untuk menyiksa para tahanan. Namun era telah berubah. Di Indonesia sendiri, penjara dijadikan tempat untuk melakukan pembinaan dan kita dibiayai oleh negara untuk mengayom, mendidik dan membina narapidana. Indonesia adalah negara berdaulat yang menghormati Hak Asasi Manusia. Kita perlu menggarisbawahi, bahwa narapidana yang nanti akan ditemui juga memiliki haknya sebagai seorang manusia. Satu-satunya hak yang mereka tak miliki adalah hak kebebasan dan setiap hari diharuskan terkurung di balik jeruji besi. Kita semestinya belajar bersyukur ketika mampu menghirup udara kebebasan untuk berkumpul dengan keluarga juga sahabat-sahabat kita secara merdeka ataupun memiliki kebebasan untuk pergi kemanapun sekehendak hati kita. Karena sebetulnya, nikmat kebebasan bukanlah kenikmatan yang mampu dimiliki oleh semua manusia.

Sebagai petugas pemasyarakatan yang akan mengayomi narapidana, kita mesti membenamkan dalam benak bahwa narapidana-narapidana yang kita temui nanti juga seorang manusia. Mereka tak ada bedanya dengan kita yang sama-sama bernafas, butuh makan, butuh rasa aman, butuh kasih sayang, butuh aktualisasi diri, juga butuh berkembang dan bahagia.

Kita mungkin marah sekaligus takut ketika kita membicarakan perbuatan para narapidana. Tetapi kita tetap bisa menaruh empati apabila membicarakan latar belakang perbuatannya. Kenapa dia mencuri? Barangkali dia terpaksa melakukan itu karena himpitan ekonomi. Kenapa dia membunuh? Barangkali dia memiliki gangguan jiwa dan tidak mendapat penanganan dari psikiater akibat tabunya masyarakat terhadap permasalahan mental. Kenapa dia memperkosa? Barangkali dia tidak memiliki pemahaman yang baik perihal menghormati tubuh sendiri maupun menghormati tubuh orang lain. Kenapa dia menjadi teroris? Barangkali dia memiliki pemahaman yang salah terkait keyakinan/agama yang berujung menjadikannya alat untuk memberangus nyawa orang lain. Padahal kita juga sama-sama tahu bahwa agama adalah sumber kedamaian, kemaslahatan dan kebaikan bukan kebalikannya. 

Masih banyak kemungkinan-kemungkinan lainnya, tetapi kita perlu belajar mentransformasi rasa marah dan ketakutan kita menjadi rasa iba dan keberanian supaya kita mampu berhadapan dengan narapidana dengan baik, bijaksana dan gagah. Kita perlu merasa tertantang untuk membenarkan banyak hal-hal yang salah supaya dapat melahirkan banyak kebaikan setelahnya.

Saya pribadi selain hanya berpikir akan menjadi pengayom, juga berpikir bahwa saya dapat menjadi seorang pelajar di penjara. Barangkali nanti banyak ilmu-ilmu yang mampu saya dapat dari para narapidana yang akan saya temui. Saya mungkin akan bertemu dengan narapidana yang memiliki keterampilan melukis, menjahit, memasak, membuat kerajinan kreatif, juga narapidana yang memiliki ilmu-ilmu tentang berbagai bidang. Bukankah baik petugas maupun narapidana akan sama-sama berkembang dengan banyak belajar? Saya ingin bekerja sekaligus belajar. Lagipula, kita akan mengajar apa bila kita berhenti untuk belajar? Setiap hari kita perlu memperbaiki diri sebelum berkoar ingin memperbaiki orang lain.

Selain daripada berpikir untuk memiliki keterampilan bela diri dan samapta, mungkin kita juga perlu mulai belajar untuk menjadi seorang pendengar yang baik, lebih banyak memahami daripada menghakimi, menjadi manusia yang mampu melihat dan mengembangkan potensi narapidana, belajar cara menasihati tanpa terasa menggurui, belajar memotivasi dan mendisiplinkan, belajar mengayomi seperti orang tua kepada anaknya. Karena sekali lagi, kita perlu berupaya mengubah manusia yang tersesat menjadi manusia hebat.

Mungkin sesekali kita perlu menilik Rumah Cemara di Bandung. Rumah Cemara adalah NGO (Organisasi non-pemerintah) yang bergerak untuk rehabilitasi sekaligus meningkatkan kualitas hidup orang-orang dengan HIV-AIDS (ODHA). Siapa pendirinya? Mereka adalah para mantan konsumen NAPZA ilegal yang sempat merasakan bilik penjara pada tahun 2003. Orang-orang ini, yang sempat merasakan dicap jahat dengan berbagai labelnya, justru menjadi pahlawan bagi banyak orang saat mereka keluar dari penjara.

Penjara semestinya menjadi tempat untuk menciptakan para pahlawan-pahlawan lainnya. Seperti halnya seorang guru yang membuat murid-muridnya berprestasi, sebagai seorang petugas pemasyarakatan kita juga perlu berupaya membuat para narapidana menjadi manusia mandiri, menjadi manusia bermanfaat, menjadi pahlawan-pahlawan baru ketika ia menghirup kembali udara kebebasan. Jangan sampai penjara hanya menjadi tempat persinggahan tanpa tujuan.

Selain daripada untuk mengurung manusia-manusia yang melanggar hukum, penjara juga sempat secara simbolik menjadi medan perjuangan. Kita perlu mengingat bahwa presiden Soekarno sempat dipenjara selama dua tahun oleh Belanda pasca membacakan Indonesia Menggugat. Nelson Mandela yang memperjuangkan kesetaraan bagi orang kulit putih dan pribumi juga pernah merasakan naasnya bilik penjara di Afrika Selatan. Sastrawan favorit saya, Pramoedya Ananta Toer, juga menulis banyak karya hebat selama di penjara. Bahwa sebetulnya, penjara adalah medan perjuangan bagi kita semua. Perjuangan menjadi manusia-manusia baik dan melahirkan manusia-manusia besar.

Penting bagi kita sebagai calon petugas pemasyarakatan untuk menjaga integritas kita selama bekerja. Seperti pepatah yang menyabdakan mempertahankan sesuatu jauh lebih sulit daripada mendapatkannya. Mungkin suatu saat nanti kita akan menemui oknum-oknum pengedar narkoba yang memberikan godaan berupa iming-iming uang yang sebetulnya tak seberapa jika dibandingkan betapa berharganya masa depan kita. Kita semua mesti selalu mengingat bagaimana perjuangan kita masuk menjadi bagian petugas pemasyarakatan juga mengingat bagaimana doa-doa orang yang mencintai kita begitu tulus supaya kita senantiasa selamat. 

Narapidana adalah manusia yang perlu kita perlakukan sebagai manusia. Saya pribadi sempat ragu dan mempertanyakan “dimana keadilan untuk para korban bila narapidana hanya sekedar menerima hukuman kurungan?” Setelah saya berpikir ulang, akhirnya menyimpulkan bahwa mentransformasi para pelaku kejahatan supaya tidak lagi berbuat hal serupa ketika keluar penjara juga merupakan bentuk lain perlindungan kepada korban selain daripada pemberian rehabilitasi.

Saya jadi membayangkan dengan salah satu contoh, apabila ada seorang suami yang menjadi pelaku KDRT dan dikenai pidana, justru setelah keluar dari bilik penjara menjadi seorang suami baik yang memahami bahwa perlakuan keras dan kasar kepada pasangan dan anak bukanlah bentuk cinta. Hal itu justru lebih dapat melindungi korban KDRT sepanjang hidupnya ketika kembali mengarungi bahtera rumah tangganya, karena ia tak perlu memboyong banyak polisi untuk melindunginya dari perilaku suaminya. Untuk apa? Tak berguna, toh suaminya sudah menjadi manusia baik.

Tugas kita nanti memang banyak sekali. Membina sampai menghapus stigma. Menciptakan pahlawan-pahlawan baru memang tak semudah dibicarakan. Kita perlu berbesar hati dan jiwa selama melakukan pembinaan. Kita butuh kekuatan fisik dan mental yang tangguh, karena tanpa itu kita terlihat seperti manusia rapuh. Tetapi selalu ingatlah ini ketika berhadapan dengan narapidana “Apabila seseorang memiliki kekuatan besar untuk berbuat jahat, maka sesungguhnya ia juga memiliki kekuatan besar untuk berbuat baik”

Salam pengayoman!



Catatan Kaki,
Kenapa ingin menjadi seorang penjaga tahanan? (Sambungan)
“Ingin memberitahu dan member pepatah kepada orang-orang yang berperilaku parah supaya giat ibadah dan memperbaiki tingkah” - Wildan, dalam bahasa Sunda dan ditranslasi oleh penulis
“Karena mendengar info kalau pekerjaan/profesi ini sangat menjami pendapatan untuk mengarungi kehidupan” - Dimas
“Sang pemimpi yang selalu direndahkan kini terbangun dan saatnya menunjukan apa yang bisa dia lakukan” - Aji
“Saya termotivasi dari film Battleship dengan kata-kata “ini seni berperang” dan diubah oleh saya “ini adalah seni mencari peluang” (karena formasi penjaga tahanan peluangnya besar dan membutuhkan banyak pegawai baru” –  Yosep
“Dan tiba saatnya untuk menentukan pilihan. Pilihan yang diharapkan mampu menghantarkan diri beserta sesama menuju ampunanNya. Semoga amanah untuk berkarya dan berikhtiar sebagai Penja Tahanan menjadi pilihan yang tepat. Mari bersama berjuang, menunaikan amanah sebagai keluarga besar Kemenkumham” -  Yusup

Total comment

Author

Unknown

6   komentar

Wiihh mantap😉keren keren😎
Salam polsuspas 2017😎😎
Tulisan yg bagus mba, salam pengayoman Kanwil Jabar.:)
jgn lupa main ke blogku.^^
Mantaaap 👍👍 salam 2017
Tulisan yang indah dan sangat memotivasi. Jadi begitu bangga menjadi bagian dari penjaga tahanan, yang memiliki pekerjaan yang begitu mulia, yaitu memanusiakan manusia.😃😃

Cancel Reply