Formulir Kontak

 

Yinyang: sebuah teori bahagia



Salah satu kalimat yang cukup sohor dari Socrates adalah Asserting the existence of a thing also asserts the existence of its opposite. Jika tidak ada tinggi, maka tidak ada rendah. Jika tidak ada jelek, maka tidak ada bagus. Singkatnya, segala kata sifat pasti ada kebalikannya. Tentu saja ada banyak filsuf lain seperti Hegel yang mendebat sekaligus mengembangkan pemahaman Socrates tersebut.  Argumen kontra dari mereka juga masuk akal, tetapi saya lebih senang merujuk pada Socrates karena saya adalah penggemar beliau.
Saya adalah perempuan naif yang mempercayai bahwa kebahagiaan itu ada karena ditopang kehadiran kesedihan. Tidak mungkin ada kebaikan apabila keburukan juga tidak ada. Sebagaimanapun kita mengutuk kesedihan, tetapi kesedihan itu akan selalu ada. Pasti. Ini adalah kacamata realitas dimana kita perlu berdamai di dalamnya. Meskipun saya bukan seorang penganut agama Tao, tetapi saya senang akan filosofi dari Yinyang karena tidak melihat sesuatu secara hitam dan putih dan berlawanan tetapi sebuah paradigma yang melihatnya sebagai interkoneksi. Ada sejarah panjang terkait Yinyang, akan tetapi Yin dan Yang adalah menggambarkan dua sifat yang berlawanan [aktif-pasif / air-api] dsb. Titik dot dalam setiap gambar dapat menjadi penghubung yang mana satu sama lain saling mempengaruhi.  “Akan selalu ada kebaikan dalam keburukan, dan akan selalu ada keburukan dalam sebuah kebaikan”  lalu keduanya disatupadukan membentuk keseimbangan yang direpresentasikan dalam simbol Taijitu.





Mengapa Yinyang? Ini berhasil mengubah perspektif saya tentang kesedihan. Saya awalnya selalu membenci dan melawan kesedihan. Mencoba menghilangkan kesedihan dengan cara dipaksa dan amat melihatnya sebagai sesuatu yang buruk dan menjijikan. Lalu timbul drama baru “kamu harus segera lari dari situasi ini secepatnya” lalu menjadi seorang pengecut dengan fase: *alarming* *run from reality* *bersenang-senang* *find distractions* ---FAIL--- Awalnya kolot selalu melihat tangisan sebagai sebuah kelemahan. Melihat luka dalam masalalu adalah sesuatu yang perlu disembunyikan. Saat saya mengubah paradigma tentang kesedihan, saya lebih bahagia karena dapat berdamai dengan diri saya sendiri.
Saya jatuh (lagi) dan kembali lagi belajar. Saya sekarang melihat kesedihan sebagai sebuah kebutuhan. Mengapa sebuah kebutuhan? Karena untuk melahirkan eksistensi bahagia dan menciptakan keseimbangan dalam hidup. Saat saya mempelajari mental health, saya paham pentingnya menjaga keseimbangan. Kalaulah kita hanya ingin tau senang-senang saja, menjadi maniak dan menjadi belenggu bagi orang lain supaya memenuhi kesenangan dan kebutuhan kita, hampir dikatakan tergolong narsistik. Itu sebuah penyakit. Apabila kita selalu bersedih, depresi, tidak melihat kebaikan dalam masalah dan enggan kemana-mana dan selalu pesimis pada segala hal. Itu juga sebuah penyakit. Sebuah penyakit harus disembuhkan. Manusia tidak boleh egois dan hanya ingin menerima manisnya saja.
Sehingga titik keseimbangan adalah paling ideal dimiliki oleh kita. Bagaimana kesedihan bekerja baik pada manusia? Satu hal yang pasti adalah bahwa manusia adalah makhluk sosial. Tidak mungkin manusia dapat bertahan sendirian. Saya juga sosok makhluk naif yang mempercayai bahwa manusia tidak akan menang melawan kesepian. Hati manusia butuh diisi. Oleh karenanya, saat manusia dalam kesedihan dia akan mencari “pelarian” dimana kesedihan itu akan menguatkan ikatan sosial dengan pelariannya. Maybe you lost something, but you will get something new. Maybe you lost someone you love, but you will strengthen your emotional attachment with your God/friends/family/someone you run to. I know who stay beside me in my lowest condition. I know who cheer me up in my lowest condition. Saya menyadari letak kebutuhan saya, bukan keinginan saya. Pada akhirnya timbul saya bersyukur. There is science behind this; ini adalah fungsi hormon oksitoksin kita bekerja. Kalau kata Bang Tere Liye, pada akhirnya waktu yang menjawab siapa saja yang tinggal dan yang pergi.
Kesedihan harus dihadapi. Saya sadar bermain, hedon, makan enak-enak dan aneka kesenangan hanyalah sejenis pelarian. Once it has finished, kesedihan itu akan kembali menghantam. Saya selalu menasihati ini ke teman saya sekaligus dinasihati juga oleh teman saya; kalau ingin nangis puasin nangis, kalau ingin teriak puasin teriak.  Hadapi kesedihan itu. Hadapi. Don’t run away. Setelah nangis mengeluarkan semua emosi negatif, lalu berpikir jernih---------- buatlah keputusan. Beat your fall. Bangkit coy, dan saat bangkit kamu harus lebih baik dari sebelum kamu jatuh. It motivates me a lot. Saya tahu bahwa kekuatan mental justru dibangun saat jatuh dan berusaha bangkit lagi dan belajar. It takes time to heal the pain. Seperti halnya badan sakit selalu butuh istirahat, begitupun hati dan pikiran ada masanya perlu istirahat. Setelah sembuh? Akhirnya kamu akan bahagia. Why I write this? As my own reminder :)
Finally, YOU NEED FALL TO GROW. Kamu butuh jatuh untuk berkembang. Saya mempelajari mengenai PTG (Post Traumatic Growth) dimana seseorang justru lebih baik pasca trauma. Bukan sebaliknya. Kebahagiaan dan kesedihan adalah rahim yang saling melahirkan. Saya selalu was-was setelah kebahagiaan adalagi kepedihan yang menanti. But this is life. Untuk memenangkan permainan, kamu perlu tahu aturan mainnya.
Sebagai kesimpulan; kamu akan selalu lebih baik setelah kesedihan. Itu tergantung bagaimana cara kamu memandang dan menghadapi kesedihan. Bisa saja terpuruk? But hey, kamu memang tidak sempurna tapi hidup kamu berharga. Orang-orang dengan self esteem yang baik akan sadar bahwa dirinya layak bahagia dan berusaha memenuhi kebahagiaannya.
Tiga hal yang perlu kamu tahu;
Pertama; tidak ada satupun manusia yang memiliki segalanya dan sempurna, jangan cemburu dengan kebahagiaan orang lain. kedua; setiap orang memiliki "luka" yang membuatnya pesimis dan malu untuk berhubungan dengan orang lain, tetapi ingatlah ada kelebihan dan kamu layak diterima secara utuh baik kelebihan dan kekurangan itu. If someone leave you because of your past or weakness; mereka memang tidak berharga. Ketiga; berbahagialah, karena itu sebuah keputusan.

Total comment

Author

Unknown

0   komentar

Cancel Reply